Open Source
adalah sistem pengembangan yang tidak dikoordinasi oleh suatu individu
atau lembaga pusat, tetapi oleh para pelaku yang bekerja sama dengan
memanfaatkan kode sumber (source-code) yang tersebar dan tersedia bebas
yang biasanya menggunakan fasilitas komunikasi internet.
Konsep Source Code adalah membuka
"kode sumber" dari sebuah perangkat lunak. Konsep ini terasa aneh
pada awalnya dikarenakan kode sumber merupakan kunci dari sebuah perangkat
lunak. Dengan diketahui logika yang ada di source
code, maka orang lain semestinya dapat membuat perangkat lunak yang sama
fungsinya.
Trend Rekayasa Perangkat
Lunak Open Source
Pemerintahan di seluruh dunia saat ini sedang tertarik dengan
Open Source, sebuah software yang dapat digunakan untuk
melihat dan memodifikasi source code-nya.
Hal ini tidak seperti proprietry software
yang dibuat oleh Microsoft. Trend Open Source belum tentu dapat
berlanjut, karena tantangan saat ini adalah biasanya pengembangan teknologi
berorientasi pada server pada
aplikasi desktop. Selain itu juga,
adanya oposisi yang dilakukan oleh Microsoft
yang menempatkan sebagai perusahaan yang paling terpukul jika pemerintahan
beralih ke produk Open Source.
Saat ini produk Open
Source yang paling terkenal adalah Linux. Namun, ada para pembuat software yang mempatenkan idenya sebagai
software Open Source dan membuat
persaingan dalam dunia pasar software.
Beberapa tahun lalu, “U.N. World Summit on the Information Society” (WSIS)
mengadakan deklarasi untuk menawarkan solusi software Open Source
untuk negara-negara berkembang. Sebagian besar pemerintahan multilateral
memiliki persepsi baha software Open Source lebih murah dan mudah
dibandingkan produk proprietry.
Hal ini juga dilakukan oleh “Organization for Economic
Cooperation and Development” tentang penggunaan Open Source dalam Cyber-Security organisasi tersebut.. Sedangkan
pada pertemuan “ Asia Pacifik Economic Cooperation “(APEC) di Thailand, Amerika
mendorong pertimbangan agar tidak ikut campur dan menyerahkan pasar tentang
penggunaan software Open Source atau proprietry.
Meskipun muncul persaingan menghadapi software Open Source ini,
industri teknologi Amerika mengakui secara signifikan adanya evolusi dibidang
industri ini. Pemain-pemain besar seperti IBM, Intel dan Oracle, telah
mengakomodasi Open Source dalam
produk dan service-nya. Asosiasi industri amerika (”U.S. industry trade
associations”) makin serius membahas tentang propriety dan Open Source ini. Namun, usaha yang dilakukan oleh banyak
pemerintahan yang mengadopsi Open Source
untuk membuat peraturan yang mengunggulkan penerapan Open Source banyak digagalkan.
Uni Eropa dan banayk di negara Eropa yang memperlihatkan
dukungan kepada Open Source, hal ini
ditunjukkan langsung oleh pemerintahan Spanyol yang secara resmi mengadopsi software Open Source dan memutuskan penggunaan pada departemen-departemen
pemerintahannya yang keputusannya diimplimentasikan di musim semi 2003.
Sedangkan “Departemen of Communications, Information Technologi and the Arts”
Australia menyatakan bahwa pemerintahan tidak membutuhkan hukum dan guideline dalam
pemakaian software dan menyatakan
bahwa “Australian Unix Users Group” (AUUG) mengenai “Open Source Procurement
guidelines” tidak diperlukan. Namun, Darren Sommers dari “Herbert Geer and
Rundle Lawyers” meyakan AUUG tetap membutuhkan dukungan legilasi supaya
memiliki kekuatan.
Di Asia, pemerintahan Korea, Jepang dan China sudah
mempertimbangkan pemakaian Open Source
bahkan China telah mengadopsinya. Selain itu, “Infocomm-development Authirity
(IDA) Singapore telah memasukkan Linux
sebagai opsi untuk tender dan kontrak pemerintah. Sedangkan di Malaysia Perdana
Mentri Mahathir Mohammad tertarik terhadap Software
Open Source dan mengunjurkan
pelayanan sipil untuk mengadopsinya. Di Brazil, sejak Luiz Inacio Lula da Silva
menjabat menjadi Presiden dukungan pemerintahan terhadap Open Source makin kuat. Selain itu, telah diadakan “Legislative
Free Software Week” yang berlangsung pada 18-22 Agustus 2003yang diadakan oleh
“Federal Senate”. Pemerintahan Brazil telah membahas penggunaan free software
dan langkah nyata dalan penerapan dalam pemerintahan. Bahkan salah satu anggota
kongres, Walter Pinheiro menyakan bahwa Brazil akam menjadi pembeli terbesar software yang akan menjadi contoh pemerintahan
yang lain. Selain itu, Pinheiro mengatakan bahwa “House of Representative”
tidak akan memperbaharui microsoft office senilai US $1,3 juta dan sedang
mempelajari alternatif free software dan akan mengganti e-mail
dengan produk free software.
Selain itu, banyak pihak yang memantau tentang penggalihan
penggunaan Open Source. Industri
Amerika memperhatikan perkembangan internasional terkait peraturan,legilasi dan
kebijakan pemerintah. “Association for Competiive Technology” dimana Microsoft
menjadi anggota telah mempertanyakan
“peraturan yang menentukan pemilihan teknologi” apakah melanggar hokum WTO.
Selain itu, “Initiative for Software Choice (ISC)” koalisi yang dioperasikan
oleh “Computer and Telecomunications Industry Association (CompTIA) yang
Microsoft juga mendaftar menjadi anggota terus mengamati perkembangan “Open
Source Legislative”.
Kemudian, asosiasi perdagangan Open Source yang bernama “ Open Source and Industry
Alliance”dibentuk di Washington sebagai bentuk serangan terhadap maneuver
Microsoft dengan menekankan menegenai Linux.
Walaupun sebenarnya, kunci pengadopsian produk Open Source terletak pada sikap pemerintahan dalam membuat
keputusan. Dunia industry menilai keunggulan software harus objektif dan seharusnya pemerintahan memilih produk
sesuai kebutuhan.
Sedangkan di Amerika tidak ada hokum mengenai Open Source yang dijadikan model oleh
industry, namun pihak CompTIA lebih menyukai hokum di New Zealand yang pada
intinya menjelaskan bahwa dalam membeli software
harus berdasarkan biaya, fungsi, security
dan kemampuan dalam bekarja dengan system lain.
Pada April 2003, “Centre of Open Source Government” yang berada di “George Washington
University” menyakan bahwa kecurigaan yang dibangun industri software proprietry hanay berusaha agar pemerintahan tidak membuat hokum
yang mempertimbangkan Open Source.
Selain itu, pihakn “Centre of Open Source
and Government” menyetujui pernyataan eksplisit pemerintah Afrika Selatan yang
melegitimasi Open Source dan
memerintahkan lembaga-lembaga pemerintah untuk memimpin program Open Source. Selain itu mereka
menyetujui Afrika Selatan bahwa beberapa ketetapan yang menguatkan Open Source dibutuhkan sampai Open Source memiliki kekuatan kompetitif
yang sama dengan software proprietry
dan mendukung pengakuan Afrika Selatan bahwa produk Open Source memiliki keuntungan social dan sekarang adalah waktu
untuk mengadopsinya.
Referensi
:
·
Safitri,Ira.
2009. http://irasafitri.wordpress.com/2009/05/30/trend-perkembangan-software-system-lainnya/.[Januari, 2010]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar